Kembar Siamku
Oleh : Shovi Maryam – XI MAKBI
Scene 1
Di kegelapan malam, sepasang suami istri
berlari menuju rumah sakit terdekat. Sang istri merasakan kesakitan yang luar
biasa di perutnya. Sang istri akan melahirkan. Dokter cukup khawatir dengan
kondisi istri yang begitu meronta kesakitan karena bayi yang berada di dalam
kandungannya tidak sanggup keluar.
Suami :
Ayo sayang kamu pasti bisa (ia memegang erat tangan istrinya yang meronta
kesakitan)
(sang istri pingsan)
Dokter :
Pak, istri anda harus dioperasi, karena bayinya tidak sanggup keluar
Suami :
Baik dokter, apapun demi keselamatan istri saya (sambil cemas)
(saat
bayi dikeluarkan dari perut ibunya, semua orang yang berada di sekitarnya
begitu terkejut. Bayi itu terlihat sangat gagah namun memilki kepala dua. Kembar
siam. Sang istri pun tak sanggup melihat bayi kembar siamnya. Ia mengeluh,
mencaci, dan bersumpah akan membuangnya).
Istri :
Tidak mungkin (menjerit histeris) dasar anak merugikan. Kau telah
menyusahkan dan hampir membunuhku, kembar
siam sialan! Aku tidak sudi menjadi ibumu!
Suami :
Sudahlah, sayang. Terima saja!
Istri :
Apakah kau sudi dengan anak memalukan itu? Apa kata orang-orang nanti?
Seorang bos besar memiliki anak tak tahu diuntung.
Suami hanya terdiam. Berpikir seakan membenarkan perkataan
istrinya.
Scene 2
Sebelum
anak kembar siam tersebut diberi nama, sepasang suami istri tersebut
tega-teganya membuang anaknya di kolong jembatan tanpa sepengetahuan seorang
pun.
Keesokan harinya, ia ditemukan oleh pengemis yang
malam itu tidur tak jauh dari mereka.
Pengemis :
Astaghfirullahaladzim! Ini bayi sungguh kasihan. Betapa teganya
orangtuanya membuang bayi malang ini! Baiklah aku akan kurawat dan
kujaga
anak malang ini. Aku beri nama anak ini dengan nama Wika dan Wiki.
(tak lama kemudian, peristiwa penemuan bayi itu
diketahui oleh bos preman yang tiap harinya menariki uang hasil mengamen dan
mengemis dari para pengemis dan pengamen-pengamen di sekitar kolong jembatan).
Bos preman :
Wuiiih… bayi siapa ni? Wah asset gede nih…
Pengemis :
Jangan, ini bayiku
Bos preman :
Kapan loe hamil? Ha? Sini?
Pengemis :
Jangan! Jangan! (preman merebut paksa
dari tangan pengemis tersebut)
Bos preman
: OK! Ini aset gede. Loe jangan macem-macem ama gue. Ni bayi loe jaga,
loe
kasih
makan yang banyak, dan jangan lupa, loe harus tetep buat ni bayi tetep gembel!
Paham?! Inget. Loe nggak bakalan bisa bawa bayi ini kabur. Paham?!
(pengemis hanya menundukkan kepala. Sepertinya ia
memang tak sanggup melarikan diri dan menyelamatkan bayi siam tersebut, karena
kondisinya yang sudah sangat tua).
Scene 3
Menginjak
usia empat tahun, Wika dan Wiki sudah sanggup berjalan sendiri. Kesempatan ini
langsung dimanfaatkan oleh bos preman tersebut untuk mencari keuntungan lebih.
Tanpa pengemis yang senantiasa menjaganya, ia diperlakukan menjadi pengemis di
tempat yang lebih strategis dan selalu diawasi oleh bos preman tersebut.
Keuntungan yang didapat dari anak kembar siam tersebut juga sangat melebihi
pengemis-pengemis lain. Namun, pada suatu hari…
Wika :
MMaaf, Bos. Kita cuma dapet dikit hari ini.
Bos preman :
(mendobrak meja dan bangun dari kursinya) Ngapain aja loe cacat? He?
Tidur?
Wiki :
SSSoorry, Bos. Kita tadi ketiduran. Kita kecepakan.
Bos preman :
Berani ya sekarang loe ma gue, he? (sambil mencambuk keduanya)
Wika Wiki :
Auuu..!
Bos preman :
(sambil menjundu kepala keduanya) Dengerin gue, kalo loe dapet duit
banyak, siapa yang untung? Ha?
Wika :
Dapet banyak ato dikit gaji kita sama aja, Bos.
Preman :
Hahaha….jujur banget ni anak. Ya udah, dari pad ague nyambuk kalian
nggak jelas
gini, mending sekarang kalian beliin gue vodka di toko biasanya.
Wiki :
Siap, Bos!
Bos preman :
Tumben loe semangat banget? Ato kalian mau kabur? Inget ! preman gue
banyak di sini. Jadi, jangan coba-coba sama
gue. (sambil menunjuk dan mengancam)
Scene 4
(setelah
itu mereka keluar mencari vodka. Mendengar tadi bosnya mengancam mereka, mereka
berinisiatif kabur dari sarang pengemis dan preman).
Wika : Wiki, kau tahu kita sekarang umur
berapa?
Wiki : Emm, empat belas tahun? Atau
limabelas?
Wika : Ya, loe, itu mah umur kita dua dua
tahun yang lalu, gimana sih?
Wiki : Swear loe? Berarti kita
udah dewasa donk?
Wika : Ya iyalah. Loe nyadar nggak si?
Sebenernya kita punya gede dan punya otot kekar?
Wiki : Mana, coba liat?
Wika : Liat ni ! (sambil menunjukkan otot
bisepnya kanannya)
Wiki : Wah, gede juga. Coba punya gue
(menunjukkan bisep kirinya). Lumayan si,
tapi lebih gede punya loe!
Wika : Nah, berhubung kita cukup kuat ni,
gimana kalo habis ini kita kabur?
Wiki : Serius loe?
Wika : Serius. Kita kan udah gede, keker
lagi.
Wiki : Terus. Loe tau sendiri, kita hanya
satu badan, kita nggak punya empat
tangan. Di sini preman berkeliaran. Kalo
sampek ketahuan, mati kita.
Wika : Loe takut? Yah, payah lo. Penakut!
Wiki : Ok! Siapa kalo gitu siapa takut?
Wika : Nah, gitu donk! Baru soulmate gue!
(akhirnya
mereka bersepakat untuk kabur dari sarangnya. Mereka sengaja membeli vodka di
toko yang lebih jauh dari yang biasanya bos suruh).
Preman :
Mau kemana loe?
Wika :
Ini, Bang, mau beliin bos vodka. Di toko Bang Jon kagak ada.
Preman :
Inget, loe nggak bakalan bisa kabur. Awas loe!
Wiki : O..Oke, Bang!
(setelah
itu mereka berhasil kabur dengan cara menutupi berdandan seperti bapak-bapak
pejabat dan menutupi kepala Wiki dengan kain hitam agar tidak ketahuan. Mereka
berhasil kabur hingga sampai di sebuah yang jauh dengan sarangnya).
Wiki : Wah! Anak cerdas, loe! Kenapa
nggak dari dulu aja loe berani kayak gini.
Wika : Entahlah, baru tadi malem dapat
ilham.
Scene 5
(mereka berjalan menyusuri jalan dengan kepala Wiki
yang tertutup, sehigga ia cukup sesak napas. Setelah berkilo-kilo mereka
berjalan,mereka berhenti di sebuah warung bakso di pinggir jalan raya. Di sana
ia bertemu dengan seorang bapak yang berpenampilan sangat sederhana, namun
ternyata ia adalah seorang pembesar di kota Depok tersebut).
Pak Hamim :
Hei, boleh gabung?
Wiki :
Silahkan, pak!
Wika :
Sudah pesen, pak?
Pak Hamim :
Udah, dek. Ngomong-ngomong dari mana, nih?
Wiki :
Dari…
Wika :
Oh ya, kita dari Sumedang.
Pak Hamim :
Oh, kesini naik apa?
Wiki :
Naik kaki, pak!
Pak Hamim :
Wah, hebat kalian. Padahal itu jauh banget.
Wika :
Ya, pak. Tapi kita seneng banget
Pak Hamim :
Kenapa?
Wiki :
Soalnya, kita merdeka, Pak
Wika :
Sebenernya kita ini lagi ngegembel, pak.
Pak Hamim :
Maksudnya?
Wiki :
Sebenernya kita itu pengemis, Pak. Dari balita malahan
Pak Hamim :
Ha? Tapi sekarang udah sukses, kan? Atau sekarang kalian jadi pengusaha.
Berjas dan berdasi tapi kok makannya di
pinggir jalan?
Wika :
Hahaha… bapak bisa aja. Kita lagi kamuflase biar nggak ketangkep preman-
preman di sana, Pak.
Pak Hamim :
Aku mengerti sekarang. Ngomong-ngomong aku bisa bantu kalian.
Wiki :
Wah, serius pak? Kita butuh penyambung kehidupan, Pak.
Pak Hamim :
Tenang aja. Nanti kalian juga bisa belajar di sana. (menoleh ke penjual
bakso) berapa pak semuanya?
Penjual bakso :
Duapuluh ribu, Pak.
Scene 6
(mereka
diajak oleh Pak Hamim ke rumahnya. Mereka tercengang dengan suasana rumahnya
begitu damai dengan riuhnya bacaan al-Quran. Ternyata Pak Hamim adalah pengasuh
pondok pesantren terbaik di Depok).
Wika :
Bapak, saya merasa sangat aman di sini. Damai, dipenuhi bacaan al-Quran.
Subhanallah…!
Wiki :
Sejak kapan loe jadi sok alim gitu?
Pak Hamim :
Hehehe, nanti kalian bisa tidur di sini (sambil menunjukkan kamar kosong di
lingkup pesantrennya). Kalau tiap adzan
dikumndangkan jangan lupa ke
masjid ya?
Wika dan wiki :
Ya, Pak.
Pak Hamim :
Sekarang istirahat saja. Ini ada sedikit camilan. Jangan lupa dimakan! Oh, ya.
Ini seragam buat besok pagi setelah subuh.
Santri-santri di sini berlatih pencak
silat tiap pagi.
Wika :
Makasih banyak, Pak. Makasih.
Wiki :
Waw, keeereeen… kita nggak ngimpi, kan?
(Pak Hamim hanya tersenyum haru.
Sudah banyak kaum seperti mereka yang beliau tolong dan didik. Keesokan
paginya, mereka begitu bersemangat mengikuti latihan. Di sana mereka bertemu
dengan salah seorang mantan pengemis yang ternyata adalah anak dari pengemis
yang dahulu menyelamatkan Wika dan wiki di kolong jembatan)
Scene 7
Sukari :
Latian pertamamu, maksudku kalian. Latian kalian hari ini bener-bener
hebat!
Wiki :
terima kasih, terima kasih.
Wika :
Sepertinya aku mengenalmu
Sukari :
Ya, aku juga mengenalmu
Wiki :
Hey, kau kan anaknya Pak Suhud yang dulu mengasuh kita. Kemana saja kau
(sambil berpelukan)
Sukari :
Kebetulan nasibku sama kayak kalian. Ditolong Pak Hamim. Lagian bukan
hanya aku yang ditolong, di sini juga banyak
banget yang dulunya senasib
kayak kita.
Wika :
Sumpah. Tu orang patut diberi surga.
Sukari :
Coba kalau di tempat kita ada orang kayak gitu. Pasti hidup semakin damai,
tentram, makmur,
Wiki :
Coba dia jadi gubernur atau presiden saja
Wika :
Kalau dia jadi presiden, nanti gak ada yang ngurus pesantren ini. Sibuk terus
sama politik akhirnya.
Sukari :
Kita doakan saja semoga Pak Hamim diberi panjang umur, biar semakin
banyak yang tertolong.
Wiki :
Ngomong-ngomong loe nggak pernah ketemu sama preman sumedang?
Sukari :Terhitung
empat kali sampai sekarang. Namun mereka selalu gagal
mencekalku
Wika :
Keren. Kok bisa?
Sukari :
Bentar lagi nasib kalian akan berubah menjadi lebih aman. Tenang aja!
Setelah
tiga tahun mereka mengabdi di pondok pesantren Pak Hamim, mereka diizinkan
untuk keluar lingkungan pesantren untuk bekerja maupun mencari pekerjaan di
mana saja. Karena mereka telah matang untuk membela diri.
Scene 8
(Wika dan Wiki berjalan di sekitar kantor perusahaan.
Mereka dijumpai oleh bos preman yang sejak lama mengincarnya. Kebetulan saat
itu bosnya membawa segerombol anak buahnya. Perkelahian dan atraksi bela diri
pun menggemparkan sepanjang jalan).
Bos :
Rupanya kau semakin bersih saja. Wajahmu, rambutmu, dan pakaianmu pun
Lebih mapan. Apa kau sukses? (sambil
meletuskan permen karet di depan wajahnya)
Wika :
Tak perlu kau mengkhawatirkan kami!
Bos :
(memberi isyarat untuk mencekal Wika dan Wiki) Kenapa kau tidak percaya
Bahwa aku selalu menyayangimu. Ha..? hahahaha
(menempeleng wajah
keduanya)
Wiki :
Mati saja kau bajingan!
(Bos mau melemparkan pukulan namun berhasil ditangkas
oleh keduanya. Perkelahian pun dimulai hingga akhirnya preman-preman tersebut
tepar. Wika dan Wiki selamat)
Walaupun
dirasa cukup ahli pencak silat dan pernah berhasil mengalahkan segdrombolan
preman. Wika dan Wiki terus belajar dan berlatih. Dengan keahliannya yang
semakin bertambah, ia menjadi sering memenangkan turnamen-turnamen hingga
terkenal di seluruh kota. Suatu hari, ia bertemu seorang gadis cantik di
sebelah pesantren Pak Hamim.
Scene 9
Zahira :
Hei (berteriak memanggil Wika dan Wiki) antum tahu abah dimana?
Wiki :
Abah siapa, Neng?
Zahira :
Abah Hamim
Wika dan Wiki:Oh, Pak Hamim. Emang Neng apanya Pak
Hamim?
Zahira :
Ana putrinya.
(Wiki hanya mlongo melihat kecantikan Zahira)
Wiki :
Saya Wiki, Neng. Murid kesayangan abah Neng.
Wika :
Heh, tidak sopan, dia putri kiai
Wiki :
Eh, maaf, Neng.
Zahira :
(tersenyum) ya, ndak papa. Oh ya, kalian belum menjawab pertanyaan ana.
Dimana
abah?
Wika :
Beliau pergi ke KBIH Al Huda, biasa, nglatih haji
Wiki :
Apa perlu dianter ke beliau, Neng?
Zahira :
Oh, tidak perlu, syukron. Lagian saya mau kuliah dulu. Ya sudah ana
berangkat
dulu.
Wiki :
Kami antarkan, Neng.
Wika :
(menjundu kepala Wiki) Loe ngimpi apa, kia belum punya kendaraan
Zahira :
(tersenyum) ya sudah makasih perhatiannya. Ana berangkat dulu.
Assalamualaikum.,
Wika Wiki :
Waalaikum salam!
Tanda-tanda
jatuh cinta di antara mereka mulai nampak. Mereka berdua baru merasakan yang
namanya jatuh cinta. Sering sekali mereka membincangkan Zahira dan tak jarang
pula mereka memperebutkannya.
Sesekali Wiki pernah menulis surat cinta tanpa
sepengetahuan Wika. Ia menitipkan kepada temannya. Namun, hal tersebut
diketahui Wika. Tak disangka, Wika mengalami puncak kemarahan. (Wiki menitipkan
surat kepada temannya untuk Zahira saat Wika tertidur. Namun seketika itu Wika
terbangun)
Scene 10
Wika :
Gitu sekarang. Berani-beraninya licik di belakang gue
Wiki :
Apa maksud loe?
Wika :
Berani-beraninya loe mau ngrebut Zahira dari tangan gue. Loe tu pengecut!
Diem-diem ngirim surat cinta. Atau
jangan-jangan loe jelek-jelekin gue biar
dia benci ama gue? Udah deh loe ngaku aja!
Wiki :
Ya, gue ngirim surat cinta ke Zahira. Itu hak gue. Lagian loe nggak pantes
dapetin dia. Dia lebih suka gue yang lebih
perhatian ke dia.
Wika :
Bullshit! Berani loe sekarang ama gue. Loe nggak tau gue pernah dikasih
Sesuatu sama Zahira. Sedangkan loe nggak
pernah. Dan sekarang loe mau
ngrebut dia dari gue.
Wiki :
Kapan loe dikasih? Bullshit.
Wika :
Gue tunjukin surat dan arloji yang dikasihin ke gue.
(Wika mengambil lalu menunjukkan surat dan arloji dari
Zahira) Benarlah apa yang dikatakan Wika, seketika itu Wiki memukul kepala Wika.
Pertengkaran pun tak bisa dielak. Hingga akhirnya pertengkaran itu menghebohkan
seluruh pesantren. Hal itu diketahui oleh Pak Hamim dan anaknya).
Pak Hamim :
Heh! Apa-apaan kalian? Kalian tak lebih dari seorang anak kecil. Ada apa?
Heh! Sudah-sudah!
Zahira :
Ada apa ini?
(Wika dan Wiki menghentikan pertengkarannya)
Wika : Dia mencuri sesuatu dari saya, Pak!
Wiki : Fitnah!
Wika : Dia mencoba mencuri Zahira dari saya, Pak! Padahal
Zahira jelas-jelas lebih
menyukai
saya dari pada dia
(Seketika itu Zahira
meneteskan air mata)
Zahira : Sudah-sudah! Tidak ada di antara kalian yang kusukai
apalagi kucintai
Heri : Lagian siapa yang sudi mencintai kalian? Apalagi
anak kiai? Kalian aja yang ngimpi?
(Zahira berlari meninggalkan
lokasi pertengkaran)
Pak Hamim : Kalian berdua, ikut saya! (sambil
berteriak marah)
Scene 11
(di lokasi mahkamah. Situasi
begitu menegangkan. Apakah mereka akan bertahan di pesantren atau justru
dikeluarkan. Zahira juga ada di lokasi).
Pak Hamim : Saya tak tahu apa yang mestinya saya
lakukan
Zahira : Sudahlah, Bah. Tak usah pikir panjang!
Pak Hamim : Apa maksudmu, Ndok?
Zahira : Lakukan saja yang terbaik untuk mereka. (sambil
tersenyum memberi isyarat
kepada
Pak Hamim)
Pak Hamim : Baik. Untuk kalian yang saling berebut.
Dari pada kalian saling menewaskan.
Aku akan menikahkan kalian dengan anakku.
Zahira : Nikahkan saja sama anak abah yang paling cantik.
Wika : Maksud, Abah? (Wiki hanya menundukkan kepala,
bersedih, menerima
kenyataan bahwa cinta Zahira hanya untuk Wika)
Zahira : Abah mau menikahkan kalian
Pak Hamim : Dengan anakku yang cantik ini (sambil
merangkul anaknya). Saya sangat
tidak khawatir
dengan pernikahan ini. Semua ini serba keadilan Allah. Tidak ada yang
tak mungkin di sisi-Nya
Wika : Alhamdulillah…(Wiki hanya menundukkan kepala)
Akhirnya pernikahan
pun dilaksanakan. Zahira sadar, manusia seperti Wika dan Wiki juga berhak untuk
menikah. Namun, dalam waktu yang pendek. Wiki mengalami sesak nafas. Selama
berumah tangga dengan Zahira ia hanya terbungkam, sakit hati tiada tara. Masih
berpikir bahwa Zahira lebih mencintai Wika. Memang terlihat di setiap kelakuan
Zahira yang tidak memperlakukan Wiki dengan adil. Hingga akhirnya, Wiki
merasakan sakit dada yang begitu hebat.
Scene 12
Wiki : Aaaah…aaaah (terjatuh)
Wika : Kau kenapa? (Wiki pingsan) Zahira, Zahira…cepat
bawa kita ke rumah sakit.
Zahira : Masya Allah. Kenapa ini?
Wika : Aku juga sedikit merasakan sakit di dada.
(mobil pribadi Zahira melaju cepat ke rumah sakit. Setelah
sampai di rumah sakit, mereka diperiksa, Wiki mengalami kanker paru-paru
stadium empat. Zahira dan Wika menangis tersedu-sedu).
Scene 13
Zahira : Hik…hik… ini semua salahku. Maafkan aku, Wiki.
Sayang,
kamu harus sembuh (Wika hanya menangis
tersedu-sedu)
Wika : Ini juga salahku yang terlalu egois. Hik... hik…
(suasana begitu menyedihkan.
Sepanjang hari Wika hanya menangis di samping Wiki yang masih koma. Zahira pun
juga menangis sepanjang hari. Wika tak mau makan, sehingga ia juga mengalami
komplikasi. Paru-parunya pun ikut tergrogoti. Susah bernapas, dan akhirnya…
Wika : Sayang, maafkan segala kesalahanku ya…
Zahira : sstt.. tidak ada yang salah. Aku sangat cinta kamu,
sayang!
(Keduanya meneteskan air mata)
Wika, sekarat. Akhirnya detektif jantung pun berteriak. Tuuuuuuut.
Zahira : Ahhhh….dokter…!!! hik…hik….
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… Wika dan Wiki
meninggal. Zahira sangat merasa kehilangan kedua jiwa yang ia sayangi. Ia
sangat menyesali tindakan fatalnya ketika mengirim surat dan arloji kepada Wika
yang membuat Wiki sakit hingga membuat keduanya meninggal.
karangan siapa ni shov...
BalasHapuskren bngettt
karangan ane kak..hehe makasih yaa
Hapus